Sinopsis.co.id, JEMBER-15 Maret 2023. Jabatan ini merupakan amanah dan perlu adanya bukti berupa kegiatan konkret yang harus bisa dinikmati masyarakat.
Itulah sepenggal amanah Bupati Jember dalam prosesi pelantikan pejabat pimpinan tinggi pratama Rabu 20 Juli 2022 sebagaimana dikutip dari website resmi Diskominfo Jember.
Yang menarik dari pelantikan itu adalah tersisa 3 jabatan penting Pimpinan Tinggi Pratama yang kosong yaitu Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dimas Pendidikan dan Direktur RSD Soebandi, yang justru tidak disinggung dalam sambutan Bupati Hendy Siswanto yang dalam Catatan Penulis memiliki keunikan kisah dan peristiwa di dalamnya.
Pertama,Jabatan Kepala Dinas Kesehatan.
Bupati Hendy Siswanto sejak menjabat pada Februari 2021 masih dalam situasi pandemi Covid 19 dengan jumlah kasus tinggi hingga puncaknya Juli 2021. Saat itu posisi Kepala Dinas Kesehatan kosong, diisi Plt dr. Wiwik Supartiwi. Setelah berjibaku menangani pandemi selama kurang lebih 5 bulan posisi Plt Kepala Dinas Kesehatan digantikan oleh dr. Lilik Lailiyah yang jabatan definitifnya sebagai Kabid Pelayanan Kesehatan sedangkan dr Wiwik Supartiwi kembali ke posisi Sekretaris Dinkes.
Dinas kesehatan sebagai leading sektor penanganan Covid 19 yang pada saat itu memerlukan kapasitas penuh untuk mengambil semua kewenangan yang dibutuhkan dalam penanganan Covid 19 justru hanya diiisi Plt pada saat itu. Plt Kadinkes dr.Lilik Lailiyah tidak lama menjabat sebagai Plt Kadinkes diganti lagi oleh dr.Koeshar Yudyarto sebagai Plt Kadinkes, sedangkan dr.Lilik Lailiyah diangkat sebagai Plt Direktur RSD dr Soebandi merangkap Wadir RSD dr.Soebandi. Bagaimana mungkin OPD leading sektor dengan sumberdaya kesehatan yang besar dikelola pejabat setingkat Plt????.
Sebagai bahan catatan bahwa UU 30 2014 ttg administrasi pemerintahan ditegaskan bahwa PLT dilarang mengambil kebijakan strategis dalam 3 kategori yaitu mengambil keputusan strategis, mengubah atau mengusulkan anggaran dan merubah status hukum pegawai, yang sangat potensial bisa dilakukan oleh Plt Kepala Dinas Kesehatan mengingat masa jabatanya melintasi waktu akhir tahun dan awal tahun anggaran. Sedangkan di SE BKN menyatakan bahwa PLt itu maksimal 3 bln x 2 kali. Nah berdasarkan peraturan diatas ada dampak serius terhadap kebijakan ini yaitu potensi pelanggaran Undang-undang Kepegawaian dimana dalam Undang-undang kepegawaian sangat jelas yaitu masa jabatan Plt maksimal adalah 2 kali 3 bulan.
Kedua, Jabatan Kepala Dinas Pendidikan. Sejak ditinggal purnatugas oleh Bambang Hariyono terhitung mulai Februari 2022 jabatan Kepala Dinas Pendidikan diisi Plt yaitu Sukowinan,SH.SPd.MSi yang secara definitif menjabat Kepala BKPSDM.
Lagi-lagi Bupati Jember melakukan pelantikan di Pendopo Wahyawibawagraha, Jumat, 30 Desember 2022 itu, Bupati melantik 105 pejabat. Ada pejabat yang digeser posisinya, ada yang pindah Kantor dinas dan ada yang masih merangkap jabatan. Plt Kepala Dinas Pendidikan Sukowinarno diganti oleh Drs. Hadi Mulyono,MSi yang definitifnya sebagai Kepala BAPPEDA sedangkan Sukowinarno menjabat sebagai Kepala BKPSDM.
Seharusnya kalau Bupati Jember Ir. Hendy Siswanto serius menangani sektor pendidikan maka jabatan ini wajib segera diisi secara definitif, bisa melalui seleksi terbuka atau mutasi antar jabatan. Sama dengan dugaan terkait kebijakan pengisian jabatan Kepala Dinas Kesehatan dengan Plt, pastilah terselip motif karena sangat jelas kapasitas kewenangan Plt Kepala Dinas. Dinas Pendidikan yang membawahi ribuan lembaga pendidikan dengan anggaran super jumbo tidak bisa dikelola oleh Plt Kepala Dinas yang kewenangannya terbatas. Pendidikan adalah jembatan emas membangun SDM berkualitas. Merupakan tolok ukur Indeks Pembangunan Manusia yang memiliki multiple effect domino yang amat luas. Kompetensi SDM untuk menjawab kebutuhan perkembangan zaman, menjawab tantangan kompetisi regional dan global mengisi kekosongan akibat regenerasi, juga memperbaiki kualitas imtaq dan iptek sebagai titik pusat pembangunan bangsa.
Ketika manajer tertinggi dalam manajemen pendidikan dikosongkan dan hanya diisi sebatas Plt padahal kesempatan seleksi atau mutasi tersedia, maka dugaan negatif terkait motif dibalik kebijakan ini pastilah bermunculan. Dugaan itu bisa karena terkait penguasaan sumber daya pendidikan yang super jumbo, dari sisi SDM, anggaran, aset, perizinan, atau yang spesifik potensi kredit pegawai/guru, fee nya dari leasing atau perbankan sangatlah menggiurkan. Atau motif tersembunyi lain tetap saja memunculkan spekukasi yang negatif bagi kepemimpinan Bupati dihadapkan dengan hilangnya peluang membangun generasi masa depan melalui pendidikan berkualitas akibat kekurangan kapasitas kewenangan Kepala OPD yang hanya diisi Plt.
Ketiga Direktur RSD dr Soebandi.
RSD dr Soebandi dipimpin Plt.Direktur dr.Lilik Lailiyah merangkap Wakil Direktur. RSD dr. Soebandi adalah Rumah Sakit Kelas B yang peranannya amat vital, sehingga membutuhkan dukungan sumberdaya optimal untuk mengelolanya. Pada era Bupati sebelumnya, banyak jabatan struktural dikosongi sehingga RSD dr Soebandi tidak dapat optimal menjalankan fungsi dan peranannya dan diduga karena ada konflik kepentingan karena Bupati sebelumnya diketahui memiliki rumah sakit yang berpotensi berkompetisi secara bisnis dengan RSD dr Soebandi. Nah di era Bupati Hendy malah Direkturnya alias manajer tertingginnya yang dikosongi, sehingga memunculkan dugaan yang tidak jauh dari era sebelumnya yaitu ada motif bisnis pengelolaan sumber daya rumah sakit. Apapun motif itu maka yang sudah dapat dipastikan adalah akibat kapasitas kewenangan pimpinanya yang sebatas Plt maka kualitas pelayanan, peran, fungsi dan praktek manajerial rumah sakit tidak optimal.
Terhadap pengosongan tiga jabatan strategis dengan nilai sumber daya, nilai pelayanan dan nilai anggaran yang sangat besar mau tidak mau memunculkan spekulasi negatif dalam memandang kebijakan Bupati Hendy Siswanto. Anehnya yang mengaku punya fungsi pengawasan yaitu DPRD diam tak berkutik bungkam dalam menjalankan fungsi pengawasan. Maka sebagai pemilik sejati kewenangan, pemilik sejati APBD, pemilik sejati asset daerah, pemilik sejati sistem pemerintahan yaitu RAKYAT JEMBER jangan sampai menjadi awam, diam dan pasif ketika manajemen kepegawaian dimandulkan, dikelola tidak berlandaskan merit sistem karena terbukti banyak kerugian yang ditanggung masyarakat.
Semestinya bisa mendapat pelayanan pendidikan, kesehatan atau pengobatan yang bisa lebih baik maka karena kapasitas kewenangan pengelolanya tidak optimal karena berstatus Plt maka masyarakat tidak dapat terlayani dengan lebih baik. Pantas saja dari 9 indeks penilaian pertangungjawaban LKPJ hanya 4 saja yang secara lugas dibahas dan dimunculkan sementara yang 5 indeks entah disimpan kemana. Dan pantas saja dibanding Daerah tetangga Jember yang dikenal punya potensi lebih besar, lebih siap dikelola, dan lebih maju ternyata saat ini nilainya indeks pembangunanya di beberapa sektor berada dibawah daerah seperti lain Situbondo, Bondòwoso apalagi Banyuwangi.
Maka Jember kueren adalah apabila masyarakatnya kritis dan peduli terhadap kebijakan pemerintah daerah dan mampu memembus kabut pencitraan dari buzer-buzer penyesat informasi yang memang wajib membangun citra baik pemimpinnya, tidak peduli fakta dan akibat yang ditimbulkan dari kebijakan negatif sang pemimpinnya.
Selain ketiga jabatan strategis diatas ternyata struktur dan komposisi jabatan di lingkungan Pemkab Jember masih belum tuntas. Masih ada jabatan yang dirangkap pejabat eselon 2 diantaranya :
1. Plt Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dijabat Dr Edi Budi Susilo, S.Pd., M. Si yang definitifnya sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol).
2. Kepala Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dirangkap oleh Arief Tyahyono, SE PJ. Sekdakab.
Berdasarkan PP 2/2018 pasal 3 :
bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar terdiri atas:
1 Pendidikan;
2 Kesehatan;
3 Pekerjaan Umum dan Penataan ruang;
4 Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman;
5 Ketentraman, pencuci umum, dan perlindungan masyarakat; dan
6 Sosial.
Keenam pelayanan dasar tersebut merupakan hal wajib yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam penyusunan dokumen perencanaan supaya penerapan SPM dari keenam pelayanan dasar tersebut dapat diwujudkan secara baik sesuai dengan standar yang diharapkan.
Masak layanan dasar yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah,
justru tidak terpikirkan, diabaikan atau terabaikan untuk di utilisasi secara optimal dengan minimal mengisi pejabat ASN penanggungjawab tertingginya dengan pejabat definitf ?
Kepala Biro Jember : Lukman Hakim